Hai, hai guys!
Apa kabar nih? Sudah lama nih aku ga curhat tentang diri sendiri diblogku ini. Jujur, tulisan yang kemarin-kemarin memang kebanyakan endorsan. Hehe, rejeki kagak mau ditolak kan ya?
Nah , berhubung Komunitas Gandjel Rel baru saja berulang tahun, dan untuk memeriahkannya, aku mau ikutan ah …ada lomba ngeblog dengan tema “MALES NGEBLOG”.
Hahaha, kok berasa ada yang nampol alus ya 😀
Okey deh, walaupun lumayan telat ngumpulinnya, kali ini aku mau curhat aja ah. Pasti yang lain udah pada komplit tulisannya dengan tema semacam tips-tips ala-ala bagaimana menghindari malas ngeblog, atau apa sih penyebab malas ngeblog, dll.
KEGEMBIRAAN DIDUNIA NYATA
Jadi gini guys, …
Aku ini beberapa bulan terakhir lagi kurang aktif ga hanya didunia perblogingan. Bahkan didunia sosial media pun, aku lagi menarik diri. Bukan apa-apa. Memang urusan didunia nyata lagi banyak-banyaknya menyita perhatian nih.
Terutama, perhatianku sebagai seorang ibu lagi fokus ke anak sulungku yang lagi mempersiapkan diri untuk kuliah.
Puji Tuhan, dia diterima disalah satu universitas terkemuka di Bandung, lewat jalur prestasi, alias tanpa tes.Sebagai mamak yang belum pernah nglepasin anaknya jauh-jauh keluar kota, so pasti rempong lah hai.
Nyiapin mulai dari registrasi,ngelengkapin berkas-berkas persyaratan, foto-foto penunjang, dan sebagainya.Belum lagi cari tempat tinggal,yang ternyata dapat murah banget, cuma Rp 5.000.000/tahun karena dapat fasilitas dari kampus. Wow!
 |
Tempat tinggal anakku nanti selama kuliah |
Dan Puji Tuhan lagi, anakku diterima di Universitas yang masuk 10 besar peringkat terbaik se-Indonesia berdasarkan Times Higher Education Asia University Rankings 2022 menggunakan 13 indikator kinerja yang sama dengan THE World University Rankings, di mana THE AUR 2022 mencakup 616 universitas dari 31 wilayah di Asia, yang kabarnya susah banget masuknya..,kubaca dari komen-komen diGoogle maps.
Jadi hari-hari terakhir gini, aku mencoba mengakomodir kebutuhan anakku nanti yang mau berjauhan sama ortunya , supaya lebih mandiri. Maklum anak cewe , banyak banget pesan-pesan pentingnya terutama dari si bapak yang bak sobat sama anaknya..hihi.
Ditambah karena baru akhir tahun kemarin usia 17th, jadi menjelang dia berangkat ke Bandung, dia gunakan untuk ngelancarin setir mobil dan motor, bikin SIM, beli-beli peralatan buat ngekos, seperti kompor listrik (buat masak darurat kalo malem2 perut keroncongan), ember, hanger, seragam kuliah, persiapan OPSPEK dll.
Akkk, ga terasa anakku udah gede, dan mamaknya masih muda..halahhhhh 😀
MENDETOKSIFIKASI “RACUN” DUNIA MAYA
Lagipula, beberapa minggu terakhir , sosial media lagi kurang menarik buat aku.
Apalagi setelah ada seseorang yang sama sekali ga aku kenal, ga pernah tau aku secara personal, ngobrol juga belum pernah sama sekali, eeeee…bisa-bisanya aku dituduh atas dasar persepsi dia sendiri yang terlalu prematur.
Malas sebenarnya ngungkit-ngungkit, karena dia sudah “playing victim” begitu rupa, sehingga teman-temannya ikut-ikutan percaya. hahaha…aku sih cuman geli dalam hati.
Mungkin hidupnya lagi banyak masalah, jadi cari-cari sasaran di aku yang dia ga paham betul.
Tapi, akhirnya aku justru berterimakasih , karena ada “dia” yang muncul dengan “attitudenya” yang antik, aku jadi paham, mana saja teman-teman yang menelaah sebuah berita dengan logika nalar, dan yang ikut-ikutan atas dasar solidaritas tanpa mengetahui duduk permasalahannya.
Aku sih tidak berhak untuk melarang bagaimana mereka bersikap, itu terserah bagaimana cara pandang mereka , cukup tau saja, ternyata yang nampak hebat disosial media, attitudenya dalam menghargai perbedaan belum tentu hebat juga.
Padahal jika kita berbeda pendapat atau pandangan, bisa dikomunikasikan baik-baik. Seperti beberapa temanku yang aku salut banget, mereka memberikan pengertian dengan komunikasi yang baik, tidak melakukan “pembunuhan karakter” yang dipublikasi, justru itu yang membuat aku tersadar dan mau menerima kesalahan. Ada banyak pilihan untuk berkomunikasi secara elegan saat berbeda pendapat, alih-alih berseteru dan “ngrasani” dibelakang.
Bukankah hal-hal yang toxic lebih baik dibuang saja,bukan? Karena hanya akan mengotori hati, dan memberangus kebebasan berekspresi, hanya karena tidak sepaham.
Jadi memang kesimpulanku , dunia netizen Indonesia sedang tidak baik-baik saja , karena mudahnya mereka terprovokasi hanya dengan membaca opini sepihak. Beklah, meninggalkan untuk sementara “kubangan yang sedang diaduk-aduk” sehingga airnya makin butek, akan lebih baik untuk mengembalikan akal sehat.
 |
Mudah-mudahan kita tidak termasuk salah satunya ya ,guys! |
Dan kemudian aku merenung, apa sih yang terjadi dengan dia? Dengan mereka? Yang ramai-ramai sibuk mencari pembenaran. Yang menggalang sekutunya untuk saling menyerang?
Ternyata ini tak lain adalah peran dari EGO dalam diri mereka.
Ego butuh bersandar pada sesuatu. Karena sesuai naluri dasarnya. Libido-nya mengatakan: to exist. Ego butuh eksistensi. Butuh pengakuan. Butuh update status. Butuh like, follow dan share. Tanpa sandaran, ego akan bingung dan selalu menggapai-gapai, atau mencoba menggenggam, apa yg bisa diraih dan digenggam.
Makanya , kalau aku baca status-status disosial media yang lebay ,meminta perhatian, meminta dikasihani, meminta atensi yang terlalu
dramatis, ini ulah EGO yang pingin diakui. Seolah-olah mereka memang jiwanya “suka” berlama-lama dan
nyaman dalam drama hidup teraniaya yang mereka bentuk sendiri.
Serasa ada asupan “gizi” ketika yang lain bersimpati terhadap keluhannya, padahal belum tentu dari dalam hati.
Itulah manusia…dengan ego yang masih menyala-nyala.
Dari kemelekatan (baca: kebutuhan untuk menggenggam sesuatu agar tetap eksis) akan timbul fear. Semua fear adalah karena takut kehilangan.
Takut kehilangan teman, takut kehilangan yang sekubu, takut tidak berdaya, dsb. Makanya ada yang takut mati, takut sakit, takut miskin, takut dicela orang, dll. Yang intinya ego takut kehilangan status ataupun rasa nyamannya ataupun eksistensinya dalam mengalami identitasnya.
Ketika kita lebih memahami Ego, Kemelekatan dan Fear, kita lebih wise memandang, bahwa mereka itu bagian dari kita dan bahwa justru merekalah yang membuat kita bisa mengalami polaritas ini dan menjadi lebih baik. Semua dari kita mengalami evolusi (naluri dasar kedua setelah “to exist”, yaitu “to evolve”), kita menjadi makhluk yang semakin lama semakin berkembang kesadarannya, dan itu semua adalah proses yang perlu dilalui tanpa perlu merasa terlalu cemas.
Ini semua game, dan level game yang harus kita mainkan dan menangkan, agar bisa naik level. Kalau kalah ya tinggal diulang dan main lagi sampai lancar dan menang.
Game apa? Game perluasan kesadaran, yang asyiknya begitu kita tahu kita di level atas, ternyata masih banyak lagi level di atasnya lagi dan akan terus begitu, sampai kita puas bermain.
Jadi, apakah kamu menaklukan GAME “ego” didirimu?
Apakah sudah berkesadaran ? Atau masih “termehek-mehek”?
Memahami dia, membuat aku mengerti, mungkin memang pikirannya lagi bundet kala itu, jadi hawanya ngajak “gelud”, atau memang “inner childnya” belum beres-beres galaunya, atau ada masalah dalam hidupnya, jadi cari-cari sasaran untuk pelampiasan? hihi, semoga masalah dia segera usai ya….damai bersamamu 🙂
Memang, seringkali menarik diri dari sosial media dan segala bentuk interaksi didunia maya untuk sementara waktu, bisa membuat pikiran kita lebih jernih dan lebih sehat. Kagak ngabisin energi yang bisa menyerang diri sendiri, memvibrasi segala tindakan menjadi positif itu lebih bermanfaat daripada berkutat dalam hal-hal yang tidak konstruktif ,bukan malah destruktif dan cari penyakit…
Coba deh…. 🙂